KENAKALAN REMAJA DAN TAWURAN
ANTAR SEKOLAH
(STUDI KASUS DALAM KAJIAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN)
OLEH SRI MASYITAH
A.
Konflik
Kenakalan Remaja Dalam Kegemaran Tawuran Antar Sekolah
Kenakalan remaja tidak dapat dilepaskan dari konteks kondisi sosial-budaya.
Sebab setiap periode sifatnya khas, dan memberikan jenis tantangan khusus
kepada generasi mudanya, sehingga anak-anak muda mereaksi dengan cara yang khas
pula terhadap stimulasi sosial yang ada. Kenakalan remaja pada zaman ini
mengambil bagian dalam aksi-aksi tawuran antar sekolah, yang acapkali secara
tidak sadar melakukan tindak kriminal dan antisosial itu pada umumnya adalah
anak-anak normal yang berasal dari keluarga baik-baik. Mereka melakukan tawuran
untuk menuntut perhatian lebih, khususnya untuk mendapatkan pengakuan lebih
terhadap egonya yang merasa tersisih atau terlupakan dan tidak mendapatkan
perhatian yang pantas dari orang tua sendiri maupun dari masyarakat luas.
Adanya impuls-impuls kuat , dorongan primatif, dan sentimen-sentimen hebat itu
kemudian disalurkan lewat perbuatan kejahatan, kekerasan, dan agresi keras,
yang dianggap mengandung nilai lebih oleh remaja. Karena itu mereka merasa
perlu memamerkan energi dan semangat hidupnya dalam wujud aksi tawuran.
Jika mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak
asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa.Inilah
fenomena yang terjadi di masyarakat kita. Tawuran remaja antar sekolah semakin
menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki selalu dipertontonkan
di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu
sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat. Sebaliknya
mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan geng kelompoknya.Seorang
remaja seharusnya tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu.
Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari masalah yang sangat sepele.
Namun remaja yang masih labil tingkat emosinya justru menanggapinya sebagai
sebuah tantangan. Pemicu lain biasanya dendam dengan rasa kesetiakawanan yang
tinggi para siswa tersebut akan membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa
sekolah yang dianggap merugikan seorang siswa atau mencemarkan nama baik
sekolah tersebut. Sebenarnya jika kita mau melihat lebih dalam lagi, salah satu
akar permasalahannya adalah tingkat kestresan siswa yang tinggi dan pemahaman
agama yang masih rendah.
Oleh perasaan senasib sepenanggungan, anak-anak remaja yang merasa
tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup dari luar, dan kemudian
merasa tersisiih dari masyarakat orang dewasa, yang mana mereka merasa berarti
ditengah kelompoknya. Di dalam kelompoknya itu anak mencari segala sesuatu yang
tidak mungkin mereka peroleh dari keluarga maupun dari masyarakat di
sekitarnya. Di tengah keluarga sendiri mereka tidak dihargai, tidak menemukan
kasih sayang dan posisi sosial yang mantap, serta tidak menemukan ideal dan
tujuan hidup yang jelas untuk melakukan aksi-aksi bersama. Hubungan dengan
orang tua dan saudara-saudara sendiri sangat longgar, sehingga mereka tidak
betah di rumah. Lagi pula di mata mereka masyarakat besar ini tampak tidak
bersahabat, bahkan cenderung menekan dan selalu “ melarang-menghukum ” mereka
saja.
Dengan begitu remaja yang merasa kesepian, marah, bingung serta
sengsara batinya selalu merasa dihambat dan dihalang-halangi keinginannya untuk
memainkan peranan sosial tertentu. Karena itulah maka gerombolan anak muda ini
senang tawuran, atau melaukan perkelahian antar sekolah supaya lebih tampak,
dan untuk menonjolkan egonya. Tawuran merupakan kenakalan remaja secara
berkelompok adanya pengeroyokan, tantangan yang provokatif, perang batu, dan
perkelahian antar sekolah. Aksi sedemikian ini khususnya bertujuan untuk
mendapatkan junjungan tinggi nama kelompok dan nama sekolah. Tawuran antar
sekolahtersebut jelas akan memperkuat kesadaran yang memiliki sentimen-sentimen
kelompok primer yang amat kuat. Dari kelompok tersebut kemudian keluar tekanan
keras terhadap setiap anggotanya untuk menegakkan kode kelompok dan melakukan
aksi-aksi. Ketidakpatuhan dan penyimpangan tingkah laku akan dihukum dengan
keras. Bahkan perbuatan yang dianggap sebagai pengkhianatan bisa dihukum dengan
hukuman mati. Sebaliknya, rasa setiakawan, solidaritas, loyalitas dan kesediaan
berkorban demi nama besar kelompok sendiri akan sangat dihargai oleh setiap
anggota kelompok, khususnya oleh pimpinan gerombolan tersebut.
Jiwa kelompok ini
menumbuhkan kerelaan berkorban dan semangat saling tolong-menolong pada
setiap saat, khususnya pada waktu-waktu kritis gawat. Karena itu bagi remaja,
kelompok menjadi satu realita subnatural yang berdiri diatas segala-galanya,
berdiri diatas semua kepentingan. Maka tantangan serta kesakitan hati dan
jasmaniah yang diderita oleh seorang anggota kelompok, secara otomatis menjadi
tantangan dan kesakitan bagi segenap anggota kelompok, yang harus dilawan dan
dibalaskan dengan keras. Hukum pembalasan harus ditegakkan. Karena itu kelompok
harus melakukan perlawanan lewat aksi tawuran demi gengsi kelompok. Jika orang
dewasa boleh berperang dan melakukan aksi pemusnahan sesama manusia, maka sudah
pasti remaja mencontoh dan menjadikan orang dewasa sebagai panutan yang harus
ditiru oleh remaja.
Maka kelompok ini oleh remaja dianggap sebagai alas dasar bagi
martabat dan harga diri mereka dalam mana sang ego mendapat arti khusus, punya
posisi, dan bisa memainkan peran menonjol. Tumbuhlah kemudian proses
identifikasi terhadap kelompok sendiri, yang secara perlahan-lahan bisa
memunculkan rasa kaku sosial anak, dengan sikap, kebiasaan, sentimen,
fanatisme, cara berfikir dan pola tingkah laku. Maka identifikasi ini merupakan
gejala inti dari setiap pembentukan kelompok, dalam mana seseorang bisa
menemukan diri/pribadinya kembali pada kawan sekelompoknya. Pengakuan dari
suatu kelompok menjadi dukungan moril bagi setiap remaja, bahkan secara praktis
merupakan persyaratan hidup bagi dirinya. Dan
keinginan untu menjadi pribadi yang berarti (punya posisi, peranan, dan
arti yang jelas) merupakan dorongan yang dapat merangsang gairah hidup. Oleh
karena itu apabila remaja itu bisa memainkan peranan yang berarti atau penting
dalam aksi tawuran, maka pengalaman tersebut memberikan semangat hidup
tersendiri. Khususnya mereka merasa bangga sekali akan peranan besar, lebih-lebih
lagi jika mereka itu ditonton oleh orang banyak.
Kegemaran tawuran antar sekolah remaja itu mencerminkan dua
peristiwa penting, yaitu:
-
Merupakan
pencerminan secara mini dari perilaku masyarakat orang dewasa pada saat
sekarang,
-
Disamping
mencerminan peningkatan ambisi dan pelampiasan reaksi-frustasi negatif, sebab
mereka merasa marah, tertekan dan dihalangi-halangi “untuk menjadi” oleh
masyarakat luar.
B.
Analisis
Terjadinya Tawuran Antar Sekolah
Fenomena tawuran antar remaja yang
terjadi disebabkan berbagai pandangan sesuatu yang beda penyebab lain bisa
seperti adanya perubahan sosial, adanya perasaan tidak senang atau dendam,
perbedaan kepentingan antar individu / kelompok dan juga buruknya komunikasi.
Akibatnya dengan adanya konflik tersebut dapat menimbulkan perpecahan, rusaknya
sarana dan prasarana umum, meningkatnya keresahan masyarakat, lumpuhnya roda
perekonomian, hancurnya harta benda dan jatuhnya korban jiwa. Tetapi dengan
adanya konflik memunculkan beberapa akibat positif antaranya meningkatkan
solidaritas kelompok, mendorong kekuatan pribadi untuk menghadapi berbagai
situasi konflik, munculnya norma baru, mendorong kesadaran kelompok yang
berkonflik untuk melakukan kompromi.
Konflik tawuran
yang terjadi bila hubungkan dengan teori Lewis Coser yaitu konflik
sebagai mekanisme perubahan sosial dan penyesuaian, dapat memberi peran positif
atau fungsi positif dalam masyarakat. Dengan kata lain tawuran yang terjadi
tidak hanya memberikan hal-hal negatif terhadap masyarakat, tetapi hal positif
dalam situasi tertentu dan kepada siapa positif itu di terima. Tipe konflik
dari konflik realitas sumber dari tawuran bisa dari asal usul, sesuatu yang
diunggulkan dari remaja, dengan mencemooh, kualitas sekolah. Konflik non
realistis sebab tawuran yaitu sumbernya dari ke tidak rasional, ideologis siswa
tawuran seperti masalah harga diri, dendam. Selanjutnya konflik eksternal
dengan adanya tawuran menciptakan dan mempererat identitas kelompok,
meningkatkan partisipasi anggota terhadap pengorganisasian kelompok, perhatian
orang tua dan guru dalam mendidik siswa - siswinya. Teori internal dengan
memberikan koreksi pada perilaku tawuran anggota kelompok.
Dengan
adanya tawuran konflik tersebut bisa diselesaikan dengan berbagai cara
yaitu dengan konsiliasi yaitu dari pihak tawuran di selesaikan di lembaga
tertentu sehingga memperoleh solusi atas masalahnya. Mediasi yaitu dengan
melalui jasa perantara yang bersikap netral sehingga perantara tersebut
mempertemukan dan mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa tersebut.
Arbitrase yaitu penyelesaian tawuran bisa melalui pihak ketiga dengan
membuat keputusan-keputusan berdasarkan ketentuan atau aturan yang telah di
tetapkan. Adjudication yaitu penyelesaian perkara di meja hijau. Atau dengan
Stalemate yaitu tawuran yang berhenti sendirinya. Dan dapat di cegah
dengan menumbuhkan rasa toleransi terhadap setiap orang dan pendidikan
agama serta moral terhadap siswa sekolah di usia dini hingga dewasa.
C.
Faktor
Penyebab Terjadinya Tawuran Antar Sekolah
Kegemaran tawuran secara massal diantara remaja disebabkan oleh dua
faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal atau faktor endogen berlangsung lewat proses
internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi pengaruh dari luar.
Tingkah laku remaja yang suka tawuran merupakan reaksi yang salah atau irrasional
dari proses belajar, dalam bentuk ketidakmampuan mereka melakukan adaptasi
terhadap lingkungan sekitar. Dengan kata lain, remaja melakukan mekanisme
pelarian diri dan pembelaan diri yang salah atau tidak rasional, dalam wujud:
kebiasaan melanggar norma-norma sosial dan hukum formal: diwujudkan dalam
bentuk kejahatan, kekerasan, dan kebiasaan tawuran.
Terdiri atas:
-Reaksi frustasi negatif
-Gangguan pengamatan dan tanggapan
-Gangguan cara berfikir
-Gangguan emosional/perasaan
Faktor eksternal atau faktor eksogen dikenal sebagai pengaruh alam
sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah semua perangsang dan
pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada remaja (tindak
kekerasan, kejahatan, dan tawuran).
Terdiri atas:
-Lingkungan keluarga
-Lingkungan sekolah
-Lingkungan milieu(sekitar)
D.
Beberapa
Reaksi Frustasi Negatif Menyebabkan Remaja Tawuran
Agresi, yaitu reaksi
primatif dalam bentuk kemarahan hebat dan ledakan emosi tanpa kendali,
serangan, kekerasan, tingkah laku, kegila-gilaan dan sadistis. Kemarahan hebat
tersebut sering mengganggu inteligensi dan kepribadian anak, sehingga kalut
batinya, lalu melakukan perkelahian, kekerasan, kekejaman, teror terhadap
lingkungan dan tindak agresi lainnya.
Regresi, yaitu reaksi primatif, kekanak-kanakan, tidak sesuai dengan
tingkat usia, yang semuanya akan mengganggu kemampuan adaptasi anak terhadap
kondisi lingkungannya.
Fiksasi, yaitu pelekatan pada satu pola tingkah laku yang kaku dan tidak
wajar. Misalnya mau hidup santai, suka ngambeg, bertingkah laku keras dan
kasar, suka mendendam, dan suka tawuran.
Rasionalisasi, yaitu cara menolong diri yang tidak wajar, dengan membuat sesuatu
ayng tidak rasional menjadi rasional. Sedang sebab kegagalan dan kelemahan
sendiri selalu dicari pada orang lain, guna menghibur diri sendiri dan membuka
harga diri. Dengan demikian tingkah laku remaja, khususnya reaksi adaptasinya menjadi
salah kaprah dan salah bentuk.
Pembenaran
diri, yaitu cara
pembenaran diri sendiri dengan dalih yang tidak rasional. Sebagai akibatnya,
perilaku anak menjadi tidak terkendali.
Proyeksi, yaitu melemparkan dan memproyeksikan isi fikiran, perasaan,harapan
yang negatif, kekerdilan dan kesalahan sendiri kepada orang lain. Anak mencoba
mengingkarikelemahan sendiri, lalu memproyeksikan isi kehidupan psikis yang
negatif kepada orang lain, khususnya dipakai untuk membela harga diri sendiri.
Identifikasi, yaitu menyamakan diri sendiri yang selalu gagal dan tidak mampu
meraksi dengan tepat terhadap lingkungan dengan tokoh-tokoh yang dianggap
sukses.
Narsisme, yaitu menganggap diri sendiri superior, paling penting, dan paling
kuasa. remaja menjadi sangat ego dan dipenuhi cinta diri yang berlebih-lebihan.
Autisme, kecenderungan menutup diri secara total terhadap dunia luar.
E.
Alasan
Terjadinya Tawuran Antar Sekolah
-
Terhadap
sekolah lawan merupakan musuh bebuyutan sejak dahulu
-
Sebagai
bentuk solidaritas kepada teman
F.
Solusi
Terjadinya Tawuran Antar Sekolah
-
Memberi
penyuluhan
-
Memberikan
sanksi berat kepada yang terlibat tawuran
-
Mengajarkan beberapa hal tentang pendidikan
moral serta agama supaya dapat bertoleransi terhadap orang lain yang berbeda
dengan dirinya.
-
Para Siswa wajib diajarkan dan memahami bahwa semua
permasalahan tidak akan selesai jika penyelesaiannya dengan menggunakan
kekerasan.
-
Lakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada para
remaja untuk mengajarkan cinta kasih.
-
Pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan
untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.
-
Ajarkan ilmu sosial budaya, ilmu sosial budaya sangat
bermanfaat untuk pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di
lingkungan masyarakat.
-
Bagi para orang tua, mulailah belajar jadi sahabat
anak-anaknya. Jangan jadi polisi, hakim atau orang asing dimata anak. Hal ini
sangat penting untuk memasuki dunia mereka dan mengetahui apa yang sedang
mereka pikirkan atau rasakan. Jadi kalau ada masalah dalam kehidupan mereka
orang tua bisa segera ikut menyelesaikan dengan bijak dan dewasa.
-
Bagi para polisi dan aparat keamanan, jangan segan dan aneh
untuk dekat dengan para pelajar secara profesional, khususnya yang
bermasalah-bermasalah itu. Lebih baik tidak menggunakan acara-acara formal
dalam pendekatan ini, melainkan masuk dengan cara santai dan rileks. Upama
ketika para pelajar ini cangkrukkan atau kumpul-kumpul, ikutlah kumpul dengan
mereka secara kekeluargaan dan gaul, sehingga mereka akan merasa ada kepedulian
dari negara atas masalah mereka. Aparat Polisi dan keamanan yang gaul dan bisa
mereka terima akan menjadi kode bahwa negara memperhatikan generasi ‘lupa diri’
ini untuk kembali menjadi ingat bahwa tak ada alasan yang cukup kuat bagi
mereka menggelar tawuran.
-
Pada awal masuk sekolah, sebagian pelajar yang tawuran ini
sebenarnya jarang yang saling kenal. Jika kemudian mereka menjadi beringas
dengan orang yang sama sekali sebelumnya tak dikenal, karena ada kata-kata,
dendam, slogan, pemikiran, hasutan dan sejenisnya yang masuk kepada mereka dari
senior atau orang luar tentang kejelekan sesama pelajar yang akhirnya jadi
musuh. Inilah bahaya mulut, otak dan hati yang harus dibersihkan kemudian
diluruskan. Tak mungkin clurit berbicara jika ketiga unsur tadi tidak rusak
sebelumnya. Razia terhadap benda-benda tajam itu mungkin efektif dalam masa
pendek, namun untuk jangka panjang perlu dirumuskan bagaimana melakukan
brainwash kepada para pelajar ini agar kembali ke jalan yang benar.
-
Buat sekolah khusus dalam lingkungan penuh disiplin dan
ketertiban bagi mereka yang terlibat tawuran. Ini adalah cara memutus tali
dendam dan masalah dalam dunia pelajar kita. Jadi siapapun dan dari sekolah
manapun yang terlibat tawuran, segera tangkap dan masukkan dalam sekolah khusus
yang memiliki kurikulum khusus bagi mereka. Dengan jalan tersebut, setidaknya
teman atau adik kelas mereka tak akan lagi terpengaruh oleh ide-ide gila
anak-anak yang suka tawuran ini. Tentu semua hal tersebut harus didukung penuh
oleh pemerintah dan semua pihak karena biaya dan tenaga yang dibutuhkan awalnya
akan sangat besar. Tapi apalah artinya semua itu jika akhirnya kita akan
menemukan kedamaian dalam dunia pendidikan kita.
-
Perbanyaklah kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Kegiatan
yang biasa dilakukan sehabis selesai KBM dapat mencegah sang pelajar dari
kegiatan-kegiatan yang negatif. Misalkan ekskul futsal, setelah selesai futsal
pelajar pasti kelelahan sehingga tidak ada waktu untuk keluyuran malam atau
hang out dengan teman lainnya.
-
Pengembangan bakat dan minat pelajar. Setiap sekolah perlu
mengkaji salah satu metode ini, sebagai acuan sekolah dalam mengarahkan mereka
sesuai dengan keinginan mereka sendiri dan tentunya orangtua pun menyetujuinya.
Penelusuran bakat dan minat bisa mengarahkan potensi dan bakat mereka yang
terpendam.
-
Pendidikan Agama dari sejak dini. Sangat penting sekali
karena apabila seorang pelajar memiliki basic agama yang baik tentunya bisa
mencegah pelajar tersebut untuk berbuat yang tidak terpuji karena mereka
mengetahui akibatnya dari perbuatan tersebut. Agama harus ditanamkan sejak
dini, banyak sekolah-sekolah atau madrasah yang bisa menjadi referensi
pendidikan seorang anak dan biasanya mulai KBMnya siang setelah selesai sekolah
dasar. Dasar agama yang kuat membuat seorang pelajar memiliki kepekaan yang
tinggi terhadap lingkungan sekitarnya.
-
Boarding School (Sekolah berasrama). Bisa menjadi salah satu alternatif
mencegah pelajar dari tawuran. Biasanya di sekolah ini, waktu belajar lebih
lama dari sekolah umum. Ada yang sampai jam 4 sore, setelah maghrib ngaji atau
pelajaran agama. Selesai isya pelajar biasanya pergi ke perpustakaan untuk
belajar atau mengerjakan tugas. Jam 8 malam, pelajar baru bisa istirahat atau
lainnya..
-
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia
Nuri, 2014, Jurnal Psikologi Pendidikan
dan Perkembangan, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya
Elton,
2007, ( Studi Kasus Studi Kecelakaan Pesawat Adam Air), Surabaya
Kartono
Katini, 1992, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, Penerbit: CV Rajawali, Jakarta
Sari Puspa Arika, 2016,Perkelahian
Antar Pelajar Sekolah Menengah Atas Di Kota Surakarta (Studi Kasus di SMA
Negeri 8 Surakarta),Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar